Wednesday, September 12, 2018

 SEJARAH SEMAGOR DAN GEDUNG JUANG KABUPATEN BUNGO

Lapangan Semagor dan Gedung Juang 1945 yang kini menjadi museum adalah saksi bisu kekejaman penjajah Jepang di Bungo.
Selama pendudukan Jepang, kekejaman dilakukan tentara luar biasa bahkan warga Muara Bungo kala itu terpaksa menggunakan karung goni.
Salah satu pelaku sejarah yang masih hidup Mayor (purn) M Nasir menjelaskan, tentara angkatan darat Jepang dipimpin oleh Kolonel Namura. Mereka masuk ke daerah Jambi melalui daerah Palembang dan Padang. Dan pada tanggal 24 Februari 1942, tentara Jepang menyerbu masuk wilayah daerah Jambi.
"Dari daerah Palembang tersebut, serbuan tentara Jepang diarahkan ke Sarolangun Jambi, dan dapat diduduki tanggal 23 Februari 1942. Sehari kemudian Bangko dan Rantau Panjang diduduki pula," ujarnya mengisahkan.


"Kemudian Muara Bungo diserang oleh Belanda dan setelah pertempuran sehari semalam dengan pasukan Belanda, tanggal 28 Februari dapat diduduki oleh Jepang. Sedangkan Muara Tebo, baru diduduki tentara Jepang tanggal 4 Maret 1942," tutur pria yang kini berusia 89 tahun itu melanjutkan.
Kata Nasir, pada hari-hari permulaan datangnya tentara Jepang, tindakan kejam terhadap rakyat tidak dilakukan oleh Jepang. Namun tak beberapa lama rakyat dipaksa memenuhi kebutuhan perang tentara Jepang, seperti menanam biji-biji jarak di pinggir jalan, dan membuat lubang-lubang pertahanan.

Pohon-pohon karet banyak yang ditebang, rakyat diperintahkan untuk menanam padi, jagung, ubi dan bahan pangan lainnya untuk keperluan Jepang. Bahkan pangan yang ada di tangan rakyat sekalipun harus diserahkan kepada Jepang.
"Jepang menghambur-hamburkan uang kertas Jepang sebagai pengganti mata uang Belanda, akibatnya harga barang-barang menjadi naik. Harga pangan di luar jangkauan daya beli rakyat, apalagi harga sandang," katanya, Sabtu (18/3/2017).
Kemakmuran yang dijanjikan Jepang ternyata bagi rakyat Jambi adalah kemiskinan dan kelaparan. Karena kemiskinan rakyat tak dapat membeli sandang terutama pangan.

"Rakyat Muara Bungo banyak yang memakai goni sebagai pakaian. Rakyat kelaparan sebagai akibat tindakan dan sikap Jepang timbul di mana-mana, dan tidak sedikit yang meninggal dunia," ceritanya.
Bahkan Ken-pei-tai menyebarkan mata-mata dan kaki tangan yang juga disebut Ken-pei-ho di mana-mana, penduduk yang dicurigai ditangkap dan disiksa oleh Ken-pei-tai.
"Jepang memang sangat kejam, apalagi soal durian mereka itu rakus, makanan rakyat dirampas," ujarnya mengisahkan kekejaman Jepang.
Pemuda yang sudah dilatih Jepang dalam Heiho, Gyu gun, Sei-nen-dan, Bo-go-dang, Jei-ge-dang, turut merasakan penderitaan rakyat dan penduduk sebagai akibat dari segala macam tindakan pihak Jepang berupa penindasan, perkosaan, dan sebagainya menjadi modal perlawanan atau pemberontakan di mana-mana terhadap Jepang.
"Rakyat sebenarnya sudah mengadakan persiapan secara diam-diam, kemudian secara terang-terangan. Salah satu tempat yang dijadikan pertemuan gedung Juang, Saat itu ada Yusuf Alakaf, Hoessin Saad, Ibrahim Syamsir, Kapten Ramli, Usman Toha dan Ismail Hajat dan Dahlan Hamsah serta lainnya," katanya.
Pemberontakan terjadi kepada kekuasaan pemerintah militer Jepang dilakukan baik oleh rakyat Bungl maupun oleh unit-unit bersenjata yang pernah mendapat latihan Jepang maupun oleh kedua-duanya secara bersama-sama. Perlawanan ini terjadi di beberapa lokasi Muara Bungo," kata Ketua LVRI Bungo Tebo.
Kegiatan ini mencapai klimaks setelah tersiar kabar Jepang menyerah kalah pada tanggal 14 Agustus 1945 yang diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan oleh Sukarno Hatta, pada tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi diketahui oleh rakyat di daerah Jambi pada tanggal 18 Agustus 1945, melalui telepon dari A.K. Gani di Palembang.

"Di Muara Bungo setelah mendengar jepang kalah, para pemuda dan pejuang mengibarkan bendera di lapangan Semagor, makanya disana ada tugu tombak perjuangan, dan perlu diingat semagor itu adalah semangat gotong royong," kata Pria yang pernah mengawal Soekarno di Metro Lampung.
Kata Nasir lagi, pemuda-pemuda menyusun organisasi untuk menjaga keamanan umum. Badan Penjaga Keamanan telah berdiri sejak 16 Agustus 1945 diketuai oleh Haji Badaruddin Yahya mengambil alih kekuasaan dari Jepang.
"Beberapa orang Jepang yang menghalang-halangi digempur oleh pemuda. Harta benda dan senjatanya diserahkan kepada negara. Persiapan minyak yang disimpan Jepang untuk keperluan perangnya diambil alih dan digunakan untuk kepentingan perjuangan kemerdekaan," kata pria penerima bintang Gerilya dan Bintang Sewindu ini.  Reporter: Ari Widodo

No comments:

Post a Comment